Salah satu jenis burung pemangsa yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Kelimutu (TNKL) adalah Elang Flores. Elang Flores dalam Bahasa Inggris disebut Flores Hawk-eagle memiliki nama latin (Nisaetus floris). Awalnya Elang Flores merupakan salah satu sub-spesies dari Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) yang berada di Nusa Tenggara, yaitu (Spizaetus cirrhatus floris).
Namun pada tahun 2004 berdasarkan hasil penelitian Gjershaug et al. (2004) Elang Flores dipisahkan menjadi suatu spesies tersendiri, sehingga namanya berubah menjadi (Spizaetus floris). Kemudian pada tahun 2006, mengikuti Haring et al. (2006) dalam IUCN (2014), genus Spizaetus pada Elang Flores beserta 8 (delapan) spesies lainnya di sekitar Asia Tenggara diubah menjadi Nisaetus. Nama latin inilah yang dipakai sampai sekarang, meskipun masih ada beberapa pihak yang menggunakan genus Spizaetus.
Elang Flores tergolong elang berukuran besar (60-80 cm), tubuh bagian atas gelap (cokelat kehitaman) sedangkan bagian bawah berwarna putih, pada ujung sayap bagian bawah berwarna hitam. Ekor memiliki 6 (enam) garis melintang. Pada individu muda, kepala bagian atas berwarna lebih pucat.
Sebaran
Elang Flores tersebar di Kepulauan Sunda Kecil, yaitu Lombok, Sumbawa dan Flores serta pulau-pulau kecil disekitarnya. Persebarannya menurut Gjershaug et al. (2004) berada pada dataran rendah hingga hutan submontana pada ketinggian lebih dari 1600 mdpl. Namun mayoritas persebarannya di hutan dataran rendah, bahkan kadang-kadang terlihat mencari mangsa di atas lahan pertanian bahkan perkampungan penduduk di sekitar hutan. Menurut Raharjaningtrah & Zaini (2004), Homerange atau wilayah jelajah Elang Flores mencapai sekitar 38,5 km2 begitu pula menurut Gjershaug et al. (2004), wilayah jelajah Elang Flores mencapai 40 km2.
Populasi
Dugaan ukuran populasi total Elang Flores dengan pendekatan Home range atau Territorial diperkirakan hanya sekitar 75 pasang (Raharjaningtrah & Zaini, 2004). Sedangkan menurut Prawiradilaga et al. dalam Gjershaug et al. (2004), total populasi Elang Flores tidak lebih dari 100 pasang. Namun berdasarkan hasil study terbaru oleh RCS (2011) dan RCS (2012), dugaan populasi di Pulau Lombok sekitar 30 pasang, sedangkan di Pulau Flores sekitar 63 pasang.
Berdasarkan data perkiraan populasi itulah, akhirnya Elang Flores dikategorikan oleh IUCN dalam status Critically Endangered (CR) atau kritis. Status ini hanya satu tingkat di bawah status Extinct in the wild (EW) atau punah di alam liar.
Elang Flores di Taman Nasional Kelimutu
Elang Flores lebih banyak terdapat pada hutan dataran rendah, terutama di Pulau Lombok dan Sumbawa. Namun pada Pulau Flores, dijumpai juga pada hutan Montana dan Sub-Montana (Raharjaningtrah & Zaini, 2004). Keberadaan Elang Flores di dalam Kawasan TNKL dan sekitarnya tercatat dijumpai di Puncak Kelimutu dan Kolorongo (Raharjaningtrah & Zaini, 2004). Namun secara resmi tercatat pada Statistik Balai TNKL pada tahun 2014, berdasarkan hasil kegiatan Inventarisasi Satwa Liar Burung. Perkiraan populasi Elang Flores di Kawasan TNKL adalah 2 pasang (sekitar 4 individu). Elang Flores tersebut dijumpai di Resort Kelimutu, Wolojita dan Resort Ndona.
Upaya Konservasi Elang Flores
Upaya Konservasi terhadap satwa liar di Indonesia sudah dilakukan pemerintah dengan menelurkan peraturan-peraturan sebagai berikut: UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; PP No. 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar, dst. Namun upaya konservasi terhadap Elang Flores secara spesifik baru dibuat oleh Kementerian Kehutanan melalui Permenhut Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018. Kemudian dunia internasional juga melakukan upaya antara lain: CITES menggolongkan seluruh Famili Accipitridae ke dalam Appendix II; dalam Redlist IUCN Elang Flores berstatus kritis serta pada tahun 2011 Wild Earth Guardians membuat petisi kepada Pemerintah Amerika Serikat untuk memasukkan Elang Flores ke dalam daftar “The U.S. Endangered Species Act”.
Upaya konservasi Elang Flores di TNKL sendiri didahului dengan diusulkannya Elang Flores sebagai bagian dari 25 spesies prioritas yang akan ditingkatkan populasinya secara nasional melalui Rakor Direktorat KKH dan ditindaklanjuti pada Bimbingan Teknik Bidang Konservasi Jenis Tahun 2014. Setelah itu ditetapkanlah Base line data populasi dan site monitoring Elang Flores melalui SK Kepala Balai TNKL Nomor: 1956/BTNKL-1/2014. Pada Tahun 2015, sebagai tindak lanjut dari Surat Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Nomor: S.231/KKH-2/2015 perihal Tindak Lanjut Rapat Koordinasi Konsolidasi Data 25 Spesies Target, ditetapkan SK Kepala Balai TNKL Nomor: 601/BTNKL-1/2015 tentang Perubahan Atas Lampiran SK Kepala Balai TNKL Nomor:1956/BTNKL-1/2014. Dengan dimasukkannya Elang Flores sebagai bagian dari 25 spesies prioritas yang akan ditingkatkan populasinya, maka Balai TNKL bersama-sama dengan Kawasan Konservasi yang lain mendapatkan amanah untuk meningkatkan populasi Elang Flores sebanyak 10% dalam 5 (lima) tahun.
Sumber: Laporan Monitoring Elang Flores Balai TN Kelimutu (2014).
No comments:
Post a Comment